Saturday, November 25, 2017

Kelas Disiplin Positif Keluarga Kita : Pengelolaan Emosi

Saat pertama kali tau tentang Keluarga Kita, saya langsung tertarik dan mulai mencari tahu lebih banyak tentang komunitas ini. Awalnya saya ragu untuk bergabung, karena dalam pikiran saya hanya ibu-ibu beranak saja yang bisa ikutan. Ternyata eh ternyata itu pemikiran yang salah.

Keluarga Kita dikelola oleh relawan yang disebut sebagai Rangkul (Relawan Keluarga Kita).
Rangkul ini adalah sebuah program pemberdayaan keluarga yang diinisiasi oleh Keluarga Kita dengan dukungan berbagai kalangan di berbagai daerah. Yang artinya saya yang belum beranak pun bisa ikutan jadi Rangkul, untuk ikut menyebarkan praktik baik tentang pengasuhan dan belajar lebih banyak dan dari sudut pandang berbeda tentang pengasuhan melalui kelas berbagi cerita, yang tujuannya adalah untuk perkembangan anak.

Ada tiga materi utama (kurikulum) yang dibahas dalam kegiatan Keluarga Kita, salah satunya adalah Disiplin Positif.
Disiplin Positif ini sesungguhnya adalah bagian kedua dari kurikulum yang dipelajari, setelah Hubungan Reflektif dan sebelum Belajar Efektif.
Jika Hubungan Reflektif belajar tentang pemahaman diri orang tua (orang dewasa) dan memiliki hubungan yang baik, Belajar Efektif belajar tentang bagaimana menumbuhkan anak cerdas dengan memberikan proses belajar yang menantang dan menyenangkan, maka Disiplin Positif berfokus pada topik anak yang mandiri tumbuh dari penerapan pola disiplin tanpa kekerasan, hukuman, dan sogokan.


Tahap awal belajar menerapkan disiplin positif adalah memahami dulu perkembangan anak.
Mengapa memahami tahap perkembangan anak menjadi penting?
Hal ini tak lain agar orang tua dapat melihat anak secara utuh dan memiliki ekspektasi yang realistis atas perkembangan dan pencapaian anak.

Ada empat aspek perkembangan anak yang harus diperhatikan orang tua

  1. Aspek sosial emosi, meliputi hal yang dirasakan tentang diri, hubungan / berelasi dengan diri dan orang lain, manajemen emosi
  2. Aspek kognitif, membahas mengenai proses pembentukan berpikir sejak lahir hingga dewasa yang meliputi kemampuan mengingat, kemampuan belajar, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan membuat keputusan, dan sebagainya
  3. Aspek fisik, membahas mengenai proses perkembangan motorik kasar dan halus, yang meliputi kemampuan mengontrol, kordinasi, keseimbangan, dan kekuatan (tubuh dan otot)
  4. Aspek bahasa, membahas kemampuan berkomunikasi, meliputi komunikasi lisan, tulisan, mendengar, berbicara, menulis, membaca, termasuk juga komunikasi visual.
Keempat aspek ini membantu orang tua untuk masuk ke masalah disiplin diri. Caranya adalah dengan menerima keunikan anaknya tanpa membandingkan dengan anak lain, sehingga orang tua bisa membangun rutinitas yang berujung pada disiplin positif, yang memang disesuaikan dengan kemampuan anak dan dengan ekspektasi orang tua yang realistis.

Untuk memahami apakah ekspektasi yang ditetapkan orang tua sudah tepat atau sudah realistis atau belum, orang tua haruslah memahami dulu emosi yang melekat di dirinya, agar ia dapat mengambil langkah pengelolaan emosi yang tepat juga.

Berikut adalah 5 emosi dominan pada orang tua dan cara penanganannya:

1. Emosi Marah 
Emosi ini paling terlihat jelas wujudnya dibanding emosi lain. 
Biasa terjadi saat ekspektasi ke anak yang terlalu tinggi dan ada perasaan tidak bisa memenuhi ekspektasi diri yang sudah ditetapkan. 
Cara mengatasinya adalah dengan cara menangkan diri lebih dahulu. Setelah tenang, kemukakan bahwa kita marah, lalu fokus bahas masalah disiplin yang dilanggar, bukan hal penyerta lainnya. Pastikan juga kalau kita selalu siap dengan emosi marah ini, sehingga kita bisa tahu cara mengatasi atau menurunkan tensinya.

2. Emosi Merasa Bersalah
Biasa dialami perempuan, dan terjadi karena ekspektasi yang terlalu rendah pada anak.
Cara mengatasinya adalah dengan mencari support group yang bisa memahami, menerima dan paling penting membantu memberi soslusi penanganan. Setelah itu fokuslah pada tujuan perkembangan anak dan tujuan jangka panjang, sehingga bebas dari "manipulasi" yang ada (anak).

3. Emosi Tidak Enakkan
Terjadi karena ekspektasi yang terlalu rendah pada anak
Cara mengatasinya adalah dengan selalu melihat pada tahap perkembangan anak dan mencoba bersikap sesuai dengan tahap perkembangan anak itu. 
Jika ini terjadi, orang tua harus menyadari bahwa sikap khawatirnya dapat membuata anka merasa tidak dipercaya dan pasti berdampak buruk pada tahapan perkembangannya di masa mendatang.

4. Emosi Khawatir
Terjadi karena ekspektasi yang terlalu rendah atau terlalu tinggi pada anak.
Cara mengatasinya adalah dengan memberi latihan untuk mempersiapkan anak mengahadapi beragam situasi.

5. Emosi Ingin Mendapat Pengakuan
Terjadi karena rasa egosentris di diri orang tua, dimana orang tua berfokus pada pandangan orang lain tentang dirinya, dan kebutuhan untuk dianggap dengan label tertentu
Cara mengatasinya adalah dengan menyadari keberadaan emosi anak. Lalu orang tua lansung lompat ke emosi anak, bukan ke dirinya. Empati dengan emosi anak. Ajak anak mencari suasana tenag, redakan emosinya, lalu bahas kesepakatan yang sudah dibuat. 
Catatan penting yang harus diingat juga adalah pastikan bahwa orang tua sudah melakukan rutinitas dan kesepakatan dengan anak dan keluarga


Ternyata topik emosi ini penting sekali diketahui orang tua. Dan menurut saya ini menjadi dasar untuk masuk ke tahapan lain dalam membangun disiplin positif di keluarga selain memahami tahapan perkembangan anak.



Cerita tentang topik lain akan dibahas di tulisan selanjutnya. Atau bisa baca buku Keluarga Kita yang ditulis ibu Najelaa Shihab untuk tahu lebih banyak lagi masalah ini. Atau lihat disini untuk tau dari sudut pandang guru.

No comments: